Pagi itu adalah hari Jumat,
manusia sedang berada pada kegiatannya masing-masing. Keadaan tampak
normal sebagaimana hari-hari sebelumnya, namun siapa sangka bahwa hari
itu adalah hari terakhir dalam sejarah kehidupan manusia di dunia.
![Ditiupnya sangkakala [Beriman kepada hari akhir 12] Ditiupnya sangkakala [Beriman kepada hari akhir 12]](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtDx61ZOkpbuxbFoIpX7jW_4WV_0T7O0z6gNjyHgCrcIbyqBcAtL5b3zcqnJLNFo1JU0Y9Ka0awBPbcEC0xK28Hccv6H7p93Y3qQOg_qsiJCDr1R9pMtOxQCfkTSPoB57wLc9bWWRV7EA/s400/Ditiupnya+sangkakala.jpg)
Pagi hari itulah waktu yang sudah Allah pilih di mana Dia memerintahkan malaikat Israfil untuk meniupkan shur (sangkakala), suatu pertanda dimulainya prosesi hari kiamat.
Berapa kali ditiupnya sangkakala
Allah berfirman yang artinya,
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup
sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di
bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang
menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (an-Naml: 87)
Pada ayat yang lain Allah berfirman yang artinya,
“Dan ditiuplah sangkakala, maka
matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki
Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka
berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (az-Zumar: 68)
Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tiupan sangkakala terjadi dua kali sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnu Hajar, kedua tiupan tersebut yaitu:
- tiupan pertama yang mematikan seluruh makhluk hidup
- tiupan kedua yang membangkitkan manusia dari kuburnya.
Adapun tiupan yang membuat manusia
terkejut yang disebutkan pada ayat an-Nam: 87 di atas tidak lain
merupakan tiupan pertama, dan bukan tiupan tersendiri. Ini yang nampak
dari zhahir ayat an-Naml: 68 di atas, demikian pula dalam sabda
Rasulullah,
ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ, فَلَا
يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لَيْتًا وَرَفَعَ لَيْتًا قَالَ:
وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوْطُ حَوْضَ إِبِلِهِ, قَالَ:
فَيَصْعَقُ, وَيَصْعَقُ النَّاسُ, ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ
الطَّلُّ فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادَ النَّاسِ, ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ
أُخْرَى, فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ
“Kemudian akan ditiup sangkakala
maka tidak akan ada yang mendengarnya kecuali akan menolehkan lehernya
atau mendongakkan lehernya. Yang pertama kali mendengarnya adalah
seorang laki-laki yang sedang menambal tempat penampungan minum untanya,
maka dia mati, lalu manusia pun mati. Kemudian Allah menurunkan hujan
seperti embun maka dengannya jasad-jasad manusia (yang telah mati) akan
tumbuh (kembali sempurna), kemudian sangkakala ditiup sekali lagi maka
tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (HR. Muslim no. 2930 dari shahabat Abdullah bin ‘Amr)
Semua makhluk akan mendengar dengan
jelas tiupan sangkakala tersebut, dan saat mendengarnya mereka akan
terkejut seraya menolehkan atau mendongakkan lehernya. Maka dalam hadits
tersebut hanya terdapat dua kali tiupan sangkakala. Tiupan pertama,
yang mengejutkan para makhluk, sekaligus tiupan di mana Allah akan
mencabut nyawa makhluk-makhkluk-Nya. Adapun pada tiupan kedua Allah
segera membangkitkan manusia untuk memperhitungkan amalan-amalan mereka.
Jarak antara dua tiupan
Dalam suatu hadits Rasulullah menjelaskan berapa lama jarak waktu antara tiupan pertama dengan tiupan kedua, beliau bersabda,
مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعِيْنَ
“Di antara dua tiupan ada jarak waktu empat puluh.”
Para perawi pun bertanya kepada Abu
Hurairah, “Wahai Abu Hurairah apakah empat puluh hari?” Beliau menjawab,
“Aku enggan.” Mereka bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Beliau
menjawab: “Aku enggan.” Mereka bertanya lagi, “Empat puluh bulan?”
Beliau menjawab, “Aku enggan.” (HR. al Bukhari: 4935 dan Muslim no. 2955 shahabat Abu Hurairah)
Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘asqalany asy-syafi’i dalam kitab beliau Fathul Bari (8/702) tentang
makna perkataan Abu Hurairah “Aku enggan”: yakni aku tidak mau untuk
berbicara tentang penentuannya (secara persis) karena aku tidak memiliki
dalil padanya
Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan dua
riwayat yang menunjukkan penentuan jaraknya secara persis, bahwa yang
dimaksud adalah empat puluh tahun atau empat puluh bulan namun keduanya
lemah. Maka tidak ada satu pun riwayat shahih yang menjelaskan apa yang
dimaksud oleh Rasulullah dengan empat puluh dalam hadits tersebut.
Bentuk dan penamaan sangkakala
Sangkakala itu sendiri adalah berbentuk
tanduk, ini dinyatakan sendiri oleh Rasulullah ketika ditanya oleh
seorang arab badui, “Apa itu sangkakala?” Beliau bersabda,
الصُّوْرُ قَرْنٌ يُنْفَخُ فِيْهِ
“Sangkakala adalah tanduk yang ditiup”
(HR. Abu Dawud no. 4742 dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Penyebutan sangkakala
Allah berulang kali menyebutkan
peristiwa ditiupnya sangkakala ini di dalam al-Qur`an. Dalam
penyebutan-penyebutan tersebut Allah tidak hanya menyebutkannya dengan
satu nama, namun ada beberapa nama yang merujuk kepada satu peristiwa
yang sama yaitu ditiupnya sangkakala. Di antaranya adalah ash-shaihah (الصَّيْحَةُ) yang bermakna teriakan. Allah berfirman yang artinya:
“Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya pengembalian.” (Shad: 15)
Allah juga menamakannya sebagai ash shakh-khah
(الصّاخَّةُ) yang bermakna suara yang memekakkan, dinamakan demikian
karena suara tiupan sangkakala tersebut sangat keras, memekakkan
pendengaran dan hampir-hampir membuatnya tuli. Allah berfirman yang
artinya:
“Dan apabila datang suara yang
memekakkan, pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan
bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada
hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.”
Dan bahkan Allah menamakan kedua tiupan sangkakala dengan dua nama yang berbeda, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya,
“Pada hari ketika ar rajifah menggoncang alam, (kemudian) diiringi oleh ar radifah” (an-Nazi’at: 6-7)
Ar-rajifah secara harfiah bermakna “yang menggoncangkan”, sedangkan ar-radifah
bermakna “yang mengikuti”. Ayat ini kemudian ditafsirkan oleh seorang
shahabat yang dinyatakan oleh Ibnu Mas’ud sebagai “Penafsir al-Qur’an
terbaik”, yakni Ibnu ‘Abbas, bahwa ar-rajifah yaitu tiupan
sangkakalan pertama, sedangkan ar radifah adalah tiupan kedua,
penafsiran ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya.
Sedangkan penamaan sangkakala,
disebutkan dalam al-Qur’an dengan dua istilah. Yang pertama adalah ash
shur (الصور), yang bermakna tanduk. Ini Allah sebutkan dalam banyak
ayat. Yang kedua yaitu an naqur (الناقور) yang Allah sebutkan dalam satu
ayat saja, yaitu al-Muddatstsir ayat 8. Sedangkan dalam hadits Nabi datang penamaannya sebagai al-qarn (القرن) yang berarti tanduk. Adapun penyebutannya dengan sangkakala adalah padanan kata dari ash-shur
dalam bahasa Indonesia. Pada asalnya sangkakala adalah sejenis alat
tiup yang terbuat dari cangkang kerang yang biasa digunakan pada saat
tertentu, seperti untuk meminta perhatian orang banyak atau ketika
hendak mulai berperang dan mengumpulkan prajurit.
Malaikat peniup sangkakala
Sungguh malaikat peniup sangkakala sudah
berada dalam keadaan siap siaga, menunggu perintah dari Allah untuk
meniup, ia sama sekali tidak akan mendahului perintah Allah, namun
apabila diperintah maka ia akan segera melaksanakannya tanpa ditunda.
Rasulullah bersabda,
إِنَّ طَرْفَ صَاحِبِ الصُّوْرِ مُنْذُ
وُكِّلَ بِهِ مُسْتَعِدٌّ يَنْظُرُ نَحْوَ الْعَرْشِ، مَخَافَةَ أَنْ
يُؤْمَرَ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْهِ طَرْفُهُ، كَأَنَّ عَيْنَيْهِ
كَوْكَبَانِ دُرِّيَّانِ
“Sesungguhnya mata malaikat peniup
sangkakala semenjak diserahkan (kepadanya) sangkakala telah siap sedia
selalu melihat ke arah ‘arsy, karena khawatir ia akan diperintahkan
(untuk meniup sangkakala) sebelum sempat berkedip, kedua matanya laksana
dua bintang yang berkilauan.” (HR Al Hakim dan dishahihkan oleh asy-syaikh al-Albani)
Rasulullah bersabda (artinya), “Bagaimana
aku dapat menikmati hidup sedangkan pemegang tanduk (sangkakala) telah
meletakkan bibirnya pada tanduk serta menaikkan dahinya, dan memusatkan
pendengarannya menunggu kapan diperintah untuk meniupnya.” Kemudian kaum muslimin berkata, “Apa yang bisa kami katakan wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Katakanlah
حسبنا الله ونعم الوكيل على الله توكلنا
(cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia-lah sebaik-baiknya pelindung, hanya kepada Allah kami bertawakkal)” (HR. Ahmad no. 11039 dari shahabat Abu Said al-Khudri)
Siapa nama malaikat peniup sangkakala
tersebut? Telah datang hadits-hadits yang menyebutkan bahwa penamaan
malaikat peniup sangkakala adalah Israfil, namun derajat dari
hadits-hadits tersebut lemah dan tidak dapat dijadikan dalil penetapan
nama Israfil bagi malaikat peniup sangkakala tersebut. Akan tetapi
al-Imam al-Qurthuby menukilkan dalam tafsirnya kesepakatan umat yang ada
bahwa yang meniup sangkakala adalah Israfil. Demikian pula Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari (11/448) berkata: “Peringatan: telah masyhur bahwa
peniup sangkakala adalah Israfil, dan al Hulaimy telah menukilkan ijma’
(kesepakatan ulama) tentang hal tersebut”, maka kesepakatan ulama ini
cukup menjadi dalil bahwa nama malaikat peniup sangkakala adalah
Israfil, terlebih lagi memang inilah nama yang sejak dahulu disebutkan
oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah dan tafsir.
Kunjungi Juga :
Wallahu a’lam bish shawwab
Sumber : http://buletin-alilmu.net dan Ustadz Abu Ahmad Purwokerto
0 Response to "Ditiupnya sangkakala "
Posting Komentar